Pendidikan Karakter: Mengajari Memberi Bukan Meminta

Pendidikan Karakter: Mengajari Memberi Bukan Meminta – Pendidikan karakter yang sering dilakukan sejak dini tentu akan mudah diingat daripada kebiasaan yang diajarkan ketika anak beranjak dewasa. Bagai menulis diatas air, susahnya minta ampun. Namun, ketika tulisan tersebut ditulis, maka akan seketika hilang terkena ombak air.

Tidak mudah mendidik anak agar mempunyai empati yang tinggi serta rasa tanggung jawab sebagai anak.

Pasangan suami istri harus saling mendukung dalam mendidik anak agar dia prisonersamongus.com mempunyai kebiasaan positif, seperti suka menolang orang lain.

Proses tersebut dapat dimulai dari hal kecil. Dibiasakan dengan bertutur kata yang baik dan menasehatinya ketika dia salah, sehingga kebiasaan baik ini nantinya bisa mengakar pada pola pikir seorang anak. Selain itu, orang tua perlu memyampaikan nilai penting dari suka menolang, terlebih jika orang yang ditolong itu sangay membutuhkan bantuan.

Bagi seorang anak, menolong seseorang mungkin tidak asik. Menolong artinya harus mengeluarkan apa yang dimilikinya, bisa berupa tenaga, uang dan ide cemerlang.

Tatkala harus menolong, mungkin si anak merasa dirugikan, karena dirinya takut jika orang yang ditolong itu belum tentu mau menolong dirinya.

Disinilah peran orang tua untuk dapat menjelaskan makna menolong orang lain.

Ada sejuta keuntungan jika seorang anak menolong orang lain. Hal ini bukanlah perkara mudah, tetapi asalkan ada komitmen dari orang tua, semua keinginan agar anak mempunyai karakter baik dapat terwujud.

Widayanti dalam bukunya menulis kisah yang sangat menarik tentang keuntungan menolong orang lain.

Dalam bukunya juga menjelaskan dampak buruk akibat orang tua yang selalu menuruti keinginan anaknya.

“Dulu saya merasa perilaku pada keempat anak saya itu benar. Kini setelah saya berumur empat puluh tahun, saya baru bisa merasakan betapa kelirunya apa yang saya lakukan ketika itu.” Ucap Widayanti

“Saya dan suami paling tidak suka melihat anak ribut. Oleh karena itu, saya selalu berupaya agar dalam rumah tidak terlihat konflik antar anak. Ssjak kecil, saya selalu memberikan apapun itu dengan jumlah sama, baik makanan maupun mainan.” Sambung Widayanti

“Ketika anak beranjak dewasa, saya buatkan kamar untuknya dengan fasilitas yang lengkap. Setelah sudah tamat sekolah, saya dan suami membelikan mobil untuknya. Meski hal ini sangat berat, saya berusaha menuruti keinginannya.” Ujar Widayanti dalam bukunya

“Sesuatu yang awalnya saya rasa tidak akan menimbulkan masalah, ternyata sekarang saya menyadari dampak buruk hal yang saya lakukan ini. Ketika saya beranjak tua, anak-anak seperti tidak ada kedekatan, kehidupannya sangat masing-masing sehingga jarang terjadi saling menolong.” Ucap Widayanti

Baca juga: Makna Alam dalam Pendidikan Berkelanjutan

“Dulu saya dan suami adalah pasangan suami istri yang terlalu sibuk bekerja. Saya rasa hal ini saya lakukan agar semua kebutuhannya dapat terpenuhi. Namun, ternyata saya melupakan pendidikan karakter kepada anak. Hal yang saya sedihkan, saat saya membutuhkan perhatian dan pertolongan, anak-anak hanya memikirkan kehidupannya sendiri.” Ujar Widayanti dalam bukunya

Dari kisah tersebut dapat diambil pelajaran yang sangat penting. Betapa buruknya jika orang tua salah konsep dalam mendidik anaknya. Tatkala anak meminta sesuatu, ada baiknya orang tua menerapkan hukum kausalitas. Mengajari seorang anak untuk senang menolong merupakan tolak ukur ketika beranjak dewasa.

Penulis sangat miris melihat orang tua yang sedang sakit, tetapi dirinya tidak mendapatkan perhatian dari anaknya. Oleh karena itu, ada baiknya orang tua harus menanamkan sejak dini mengenai pendidikan anak, agar anak-anak bisa tumbuh dan berkembang menjadi anak yang diinginkan oleh orang tua.